Senin, 05 September 2016

>> >> Ideas are CHEAP?

Image result for ideas are cheap
http://www.slideshare.net/marcopaglia/why-you-shouldnt-fall-in-love-with-every-idea

Saya menemukan banyak quotes, “Ideas are cheap, execution is worth millions” dan sepertinya memang harus sangat setuju. Karena Ideas without execution adalah muluk-muluk belaka, hatta sekedar mimpi. Nah masalahnya, banyak yang kemudian berhenti di ide kreatifnya. Bukan terus meng-claim kami adalah sekumpulan orang kreatif lho hohohohoho. Hanya sayang, saat zaman demikian canggihnya, terbuka untuk diakses siapa saja, dimana saja malah kita bagai mati di lumbung padi. Kan judulnya jadi ironis. Justru sekarang ini tidak sulit mencari eksekutor yang sangat baik dan punya ppengalaman yang bagus untuk mengerjakan atau dimintai saran tentang berbagai ide berkecamuk atau pun pada ranah sudah menjadi berbagai macam jenis pekerjaan, namun asli quote berbidang hijau diatas itu bener banget, ideas are cheap so why should we economize? Istilahnya kalau mimpi aja gratis, kenapa juga ga berani mimpi. Gitu kali ye Bro

Inovasi bisa dimana saja.
Disaat Tamana Baca Masyarakat (TBM) dihadirkan ada yang dibangun sekedar baik dan benar, sekedar memuaskan penguasa, sekedar menghabiskan dana project yang menjadikan arti sekedar pun jadi terasa lebih akut terdengar. 

Akan berbeda bilamana tempat seadanya, buku minimalis, pustakawan pas-pasan baik tampang, modal, perawakan dan wawasan namun mereka ga mau hanya sekedarnya saja, berjibaku untuk memberi konsep indah dan mewah dengan ide kreatif. Nah yang kek gini ini yang nantinya akan dieksekusi dengan bantuan gambar yang bagus dari "arsitek" TBM yang mumpuni.  Setidaknya TBM alakadarnya sudah punya track record yang baik. Tinggal yang dibutuhkan adalah menata konsep tadi supaya menjadi Taman Baca Masyarakat yang berbeda dengan lainnya namun dibutuhkan orang banyak. Tentu saja konsep TBM tak akan lari dari visi menumbuhkan minat baca dan memberi virus-virus untuk gila baca.... gila nge-blog juga ahahihihihi :D
Sehingga saat Dinas utamanya menghelat begitu banyak lomba inovasi internal yang digelar dengan biaya yang tidak sedikit,  konsep kreatif di TBM sudah dimainkan dengan antusias. Ada yang keroncong, ada yang milih bossanova, ada yang gaya rock n roll atau malah campursari dan dangdut. Lomba pun punya dampak yang benar-benar  berdampak dan tidak sekedar seremonial.
Dimanapun menurut saya TBM diperlukan ide kreatifnya baik untuk dirinya terlebih untuk masyarakatnya. Belajar tentang industri kreatif sedikit kita kupas ulasan dari trainer nasional Yoris Sebastian untuk Film Prenjak (iki sing werno biru di klik ae, kui ono link alias tautane yo Bro. Sing ora iso Jowo, googling ae yo Dab) yang baru-baru ini menang sebagai film pendek terbaik dalam “Critic’s Week Festival Film Cannes 2016” mungkin bisa membuka mata kita soal ide kreatif memang benar-benar penting. Kenapa?
Menurut Mas Yoris, kualitas eksekutor film Indonesia sudah bagus-bagus. Bahkan dari dulu, bukan sekarang saja sebenarnya Indonesia sudah tercatat di Festival Film Cannes waktu film Tjoet Nja’ Dhien arahan sutradara Eros Djarot lolos ikuti kompetisi film panjang dalam kategori Semaine de la Critique atau Critic’s Week tahun 1989.
Sutradara Garin Nugroho juga pernah meloloskan dua filmnya dalam kategori Un Certain Regard, satu kategori film-film independen terbaik dunia. Film Daun di Atas Bantal berkompetisi tahun 1998, kemudian Serambi tahun 2006 dalam kategori yang sama.
Sutradara muda Indonesia, Edwin, juga muncul tahun 2005 di Cannes lewat film Kara, Anak Sebatang Pohon. Edwin berkompetisi dalam kategori Quinzaine des Realisateurs atau Director’s Fortnight.
Semuanya menunjukkan kualitas yang luar biasa, namun belum menang. Lalu datanglah film Prenjak tahun ini yang justru paling sederhana menurut para juri. Namun di balik kesederhaan film ini, ide ceritanya begitu berbeda. Film ini bercerita tentang Diah (Rosa Sinegar) seorang gadis di sebuah desa, yang karena putus asa, menawarkan kepada Jarwo (Yohanes Budyambara), korek api seharga Rp.10.000 perbatang, untuk dinyalakan dan digunakan mengintip vaginanya.
Ideas are cheap karena sutradara dan penulis cerita Wregas Bhanuteja (millennials kelahiran tahun 1992)  tidak perlu bayar mahal untuk ide kreatif yang dia pikirkan sendiri. Namun ide kreatif menjadi mahal untuk mereka yang tidak juga berhasil mendapatkannya. Kita jadi tersadar bahwa ide itu mahal saat Prenjak menang di Cannes dengan keserdehanaan film namun sangat kuat di ide cerita dan metafora-metafora yang tidak pernah dibayangkan juri-juri Eropa di Cannes.
Kemenangan Prenjak bukan didukung oleh kamera terbaru di dunia perfilman ataupun berbagai biaya eksukusi tinggi lainnya. Prenjak menang karena ide yang kuat dan dieksekusi dengan baik dengan peralatan yang ada saja. Eksekusi harus baik, itu tidak dipungkiri namun menurut Mas Yoris eksekusi dengan sangat maksimal sesuai dengan kapasitas kita masing-masing saja.
Film Prenjak harusnya menyadarkan kita semua bahwa kekuatan ide dan penulisan naskah yang sebenarnya ada di manusia sehingga tidak memerlukan biaya besar ini yang harusnya bisa jadi inspirasi di bisnis apapun yang kita lakukan, apalagi di ranah social entrepreneur macam Taman Baca Masyarakat (TBM). bahwa local wisdom dan local heritage kita sebenarnya punya peluang membawa kita ke tingkat dunia. Dan film Prenjak lagi-lagi membuktikan statement tersebut. Yuk TBM'ers Jogja, rebut peluang tersebut…!!!

1 komentar: